Rabu, 24 Agustus 2011

Ujian Online via Blog, Bisa lho?

Dalam mempersiapkan strategi pembelajaran yang simple, mudah tapi mencerdaskan, semoga hadirnya blog ini bisa dijadikan sarana/media silaturahim sekaligus sebagai piranti pembelajaran.

untuk itu kami melakukan uji coba agar pelaksanaan ujian secara online via blog dapat berjalan dengan baik.

Sebagai uji coba, kami mencoba menerapkannya pada mata kuliah dibawah ini
untuk melengkapi pelaksanaan ujian ini anda dapat mendownload link-link berikut ini:
1. bahan kuliah
2. soal ujian

jawaban ujian harus diketik dalam comment di bawah ini

SELAMAT MENGERJAKAN =:c

Sabtu, 20 Agustus 2011

Remisi Koruptor Cederai Rasa Keadilan

Kamis, 18 Agustus 2011 00:00 WIB 

KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengkritik pemberian remisi bagi terpidana korupsi. Menurut dia, penghapusan remisi terhadap napi koruptor dapat menekan potensi tindak pidana korupsi yang belakangan dinilai meningkat.

"Sejak dahulu saya berpendapat remisi terhadap koruptor harus ditinjau kembali. Ini perlu dilakukan segera, mudah-mudahan bisa cepat ditindaklanjuti," tutur Busyro seusai upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI di Kantor KPK, kemarin.

Sebanyak 427 narapidana kasus tindak pidana korupsi menerima remisi atau pengurangan masa tahanan terkait dengan Hari Ulang Tahun Ke-66 Kemerdekaan RI. Total narapidana tindak pidana korupsi di Indonesia kini mencapai 1.008 orang.

Sebanyak 408 orang menerima remisi umum I dan 19 orang menerima remisi umum II atau langsung bebas. "Remisi umum I diberikan kepada narapidana yang masih menjalani masa tahanan, sedangkan untuk remisi umum II, napi langsung bebas," kata Dirjen Lembaga Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Untung Sugiyono di LP Narkotika, Jakarta, kemarin.

Namun, Untung tidak memerinci semua terpidana korupsi yang mendapatkan pengurangan masa hukuman. Ia malah mempersilakan para wartawan untuk bertanya langsung kepada LP atau rumah tahanan di seluruh Indonesia.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar meminta masyarakat tidak memandang remisi sebagai hal negatif. "Remisi adalah hak narapidana," ujarnya.
Remisi bagi narapidana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006. Peraturan tersebut selama ini dikritik memanjakan koruptor.

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenal Arifin Mochtar mendesak pemerintah mengeluarkan moratorium atau penghentian sementara pemberian remisi terhadap koruptor. "Pemberian remisi terhadap koruptor tidak menimbulkan efek jera dan mencederai rasa keadilan masyarakat. Aturan pemberian remisi untuk koruptor saat ini sangat mudah dan ringan." (SZ/DD/X-7)

KPK Sesalkan Koruptor Dapat Remisi HUT RI

Rabu, 17 Agustus 2011 10:29 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Ketua KPK, Busryo Muqoddas, menyesalkan masih ada narapidana kasus korupsi yang mendapatkan remisi atau pengurahan masa tahanan HUT RI ke 66. Bahkan, Busryo mengusulkan remisi untuk koruptor itu harus dihapuskan.

“Sejak dahulu saya punya pendapat  remisi untuk  koruptor itu ditinjau kembali dan peninjauan itu perlu dilakukan segera,” kata Busryo usai upacara HUT RI ke 66 di lapangan parkir kantor KPK, Jakarta, Rabu (17/8).

Menurutnya, lebih baik remisi untuk koruptor itu dihapuskan. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya korupsi yang semakin meningkat.

Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI memberikan remisi atau pengurangan masa tahanan khusus HUT Kemerdekaan RI ke 66  bagi  21 orang  narapidana kasus korupsi. Bahkan, 21 orang narapidana itu langsung mendapatkan kebebasannya.

“Sebanyak 21 orang itu langsung bebas,” kata Direktur Jendral Pemasyarakatan, Untung Sugiono usai upacara HUT Kemerdekaan RI ke 66 di Kantor Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta, Rabu (17/8).

Namun, dengan alasan tidak hafal nama-nama narapidana yang bebas itu, Untung tidak menyebutkan siapa-siapa nama yang bebas tersebut. Ia hanya menyebutkan,  dari 1008 narapidana kasus korupsi yang tersebar di seluruh tanah air, 419 diantaranya termasuk 21 orang yang bebas itu mendapat remisi umum sebagian HUT ke-66 RI.

“Gayus Tambunan tidak termasuk loh ya,” katanya.
Redaktur: Didi Purwadi
Reporter: Muhammad Hafil

Revisi Aturan Remisi Koruptor

KORUPSI menjadi masalah banyak negara di dunia. Sejumlah negara menerapkan aturan keras dan tegas terhadap pelaku kejahatan korupsi. China, misalnya, menjatuhkan hukuman tembak mati atau suntikan maut bagi ribuan orang yang terbukti berlaku korup terhadap uang negara. Efek jera terlihat dari menurunnya rangking China dalam hal kasus korupsi dan melejitnya posisi negeri ini sebagai raksasa ekonomi dunia.

Sikap keras itu diambil lantaran ada kesadaran terhadap bahaya korupsi sebagai kejahatan yang sistematis, terorganisasi, bahkan menciptakan jaringan-jaringan persekongkolan. Di Indonesia, alih-alih berlaku keras terhadap koruptor, salah satu tradisi peringatan HUT Kemerdekaan RI berupa pemberian remisi bagi para narapidana juga mencakup remisi terhadap para terpidana perkara-perkara korupsi.

Berdasarkan data Direktur Jendral Pemasyarakatan, pada peringatan HUT ke-66 Kemerdekaan RI sebanyak 419 koruptor mendapat remisi umum. Diantara jumlah tersebut, 21 orang masa hukumannya habis dan dinyatakan bebas melenggang meninggalkan lembaga pemasyarakatan.

Tak kurang dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menyampaikan rasa keberatan terhadap pemberian remisi untuk koruptor. Mantan Ketua Komisi Yudisial itu meminta dilakukan peninjauan kembali soal remisi bagi koruptor. Menurut Busyro, pengurangan masa hukuman koruptor seharusnya dihapuskan dari budaya hukum di Indonesia untuk meningkatkan kesadaran potensi korupsi yang semakin meningkat.

Sebaliknya, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyatakan, pemberian remisi tidak perlu diartikan sebagai upaya memanjakan dan keberpihakan pada narapidana. Patrialis menyatakan narapidana adalah warga negara Indonesia yang tetap memiliki hak-hak yang mesti dihormati dan dipenuhi. Ia tidak setuju jika remisi tak pantas diberikan kepada mereka yang melakukan pidana korupsi.

Patrialis tak salah. Ia memiliki acuan Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan. Ada pula PP Nomor 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dan Kepres No 174/1999 tentang Remisi, yaitu berkelakukan baik, dan menjalani masa hukumannya lebih dari enam bulan.

Masyarakat selama ini menjadi korban dan saksi kasus-kasus korupsi yang membelit berbagai aspek kehidupan di Tanah Air. Di depan hidung rakyat, para pelaku aksi kriminal ini menggerogoti uang negara, mengganggu perekonomian dan menjegal pengentasan kesejahteraan masyarakat.

Penangkapan koruptor dan mengurai kasus korupsi bukan pekerjaan mudah. Lihat saja rumitnya perkara Gayus H Tambunan atau kasus terkini terkait M Nazaruddin. Ironisnya, pelaku kejahatan korupsi sering mendapat hukuman rendah, bahkan bisa berharap mendapat diskon masa tahanan melalui remisi atau sampai grasi dari presiden.

Pemberian remisi dan grasi inilah yang mengusik rasa keadilan masyarakat dalam menilai kesungguhan pemerintah memberantas korupsi sebagai sebuah perilaku kejahatan yang sangat berbeda dampaknya bagi masyarakat dibanding aksi kriminalitas pada umumnya. Sulit membayangkan terciptanya efek jera dalam perkara korupsi jika vonis dan masa hukuman yang dijalani koruptor relatif rendah-rendah saja.

Penegakan secara kaku sebuah aturan tertulis justru bisa membuat goyah kepercayaan masyarakat pada hukum. Sudah saatnya pemerintah merevisi aturan pemberian remisi dan grasi bagi koruptor demi melindungi masyarakat. (*)

Editor : dedypurwadi
Sumber : bangkapos.com


Bangkapos.com - Jumat, 19 Agustus 2011 10:58 WIB

PNS Temanggung Boleh Terima Parcel

KRjogja.com – Jumat, 19 Agustus 2011
TEMANGGUNG (KRjogja.com) – Bupati Temanggung Hasyim Afandi membolehkan pejabat di lingkungan Pemkab Temanggung menerima paket lebaran (parsel) tetapi harus mempertimbangkan dari berbagai sudut secara proporsional dan profesional.
“Bila parsel ada maksud tertentu dan berdampak negatif maka harus ditolak,” katanya, Jumat (19/8).
Dikatakan pemberian atau menerima sesuatu saat lebaran tidak selalu berkonotasi negatif. Sehingga pejabat harus tetap waspada dan mencermati atau mempertimbangkan siapa yang memberi dan ada tidaknya tendensi tertentu dibaliknya.
“Menerima parsel juga harus secara wajar dan tidak berlebihan. Pertimbangkan dari sisi sosial kemasyarakatan dan kelayakan parsei itu untuk diterima,” katanya.
Sebenarnya lebih baik dikirimkan ke panti asuhan atau warga yang membutuhkan dari pada pejabat, imbuhnya.
Dia mengingatkan secara sumpah dan jabatan pejabat tidak boleh menerima parsel tetapi secara kelayakan menjadi subyektif, karena menerima parsel telah menjadi tradisi dan membudaya. (Osy)


Pemerintah Segera Umumkan Moratorium PNS


16 Agustus 2011 | 21:09 wib


Jakarta, SM CyberNews. Surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri terkait penghentian sementara atau moratorium rekrutmen pegawai negeri sipil segera diterbitkan. Demikian kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
"Insya AlLah moratorium ini akan segera kami umumkan. Kami akan mengeluarkan SKB tiga menteri, Menteri Dalam Negeri, Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi dan Menteri Keuangan, minggu-minggu depan ini," katanya seusai memberikan pidato pengantar nota keuangan pemerintah di depan Sidang Paripurna DPR, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (16/8).
Gamawan menjelaskan, moratorium akan diberlakukan selama 12 bulan ke depan dengan memuat beberapa pengecualian.
Rencana pengehentian penerimaan CPNS didasari beberapa alasan, antara lain: karena komposisi dan distribusi pegawai yang tidak proporsional, serta penempatan PNS yang dianggap tidak sesuai kompetensi. Tahun ini jumlah PNS telah mencapai 4,7 juta orang.
Dari sisi komposisi, distribusi, dan kompetensi, PNS sejumlah ini dianggap masih bermasalah. Belanja pegawai sendiri pada 396 kabupaten/kota di Indonesia sudah menyedot sekitar 40 persen APBD.
( Ant / CN33 )

Kamis, 18 Agustus 2011

Penggunaan Data Elektronik sebagai Alat Bukti

Dewasa ini di dalam proses persidangan pengadilan di Indonesia muncul fenomena penggunaan data elektronik sebagai alat bukti. Namun penggunaan data elektronik sebagai alat bukti ini belum biasa digunakan sehingga kemunculannya pun masih menuai pro dan kontra mengenai validitasnya.
Masalah pengakuan data elektronik menjadi isu yang menarik seiring dengan penggunaan teknologi informasi yaitu internet di masyarakat. Beberapa Negara seperti Australia, China, Jepang dan Singapura telah memiliki peraturan hukum yang memberikan pengakuan data elektronik sebagai alat bukti yang sah di Pengadilan.
Dalam praktek bisnis, keberadaan dokumen elektronik ini menjadi satu konsekuensi dengan perkembangan teknologi. Bahkan dalam kegiatan bisnis, dokumen elektronik disamakan kedudukannya dengan tulisan asli. Selain itu dalam praktek bisnis keberadaan dokumen elektronik memang tidak bisa dihindari. Bahkan teransaksi ekspor dan impor antar Negara sudah sejak lama menggunakan EDI (Electronic Data Interchange). Indonesia sendiri sudah menggunakan EDI sejak tahun 1967. Dalam konteks ini Indonesia tidak dapat dikatakan ketinggalan dalam menggunakan data elektronik sebagai bukti transaksi.
Teori Hukum
Sistem hukum dimaksudkan untuk menyelesaikan setiap konflik yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat. Dengan begitu maka keberadaan masyarakat berkaitan erat dengan sistem hukum dan sistem peradilan yang akan menyelesaikan konflik yang terjadi di dalam masyarakat.[1]
Sedangkan penerapan sistem hukum sendiri mempunyai suatu tujuan yang dikenal dengan tujuan hukum. Untuk mencapai tujuan hukum dalam satu kesatuan diperlukan kerjasama antara unsur-unsur yang terkandung di dalam sistem hukum seperti sistem hukumnya, sistem peradilannya dan sebagainya. [2] Indonesia sendiri menganut sistem hukum Eropa Kontinental yang bersandarkan pada kodifikasi (hukum tertulis).
Berkaitan dengan dinamika kehidupan masyarakat yang sangat pesat di pelbagai bidang kehidupan tentunya akan membawa dampak terhadap keberadaan dan berlakunya hukum. Dampak tersebut dapat menimbulkan pelbagai kemungkinan dalam memenuhi kebutuhan dan rasa keadilan warga masyarakat. Kemungkinan tersebut antara lain hukum dapat menimbulkan masalah baru atau hukum justru bertentangan dengan nilai-nilai sosial yang dianut oleh warga masyarakat. Disinilah peran hukum dan peradilannya dituntut untuk senantiasa menggali nilai-nilai yang hidup.[3]
Pada dasarnya KUHAP dibuat dengan tujuan untuk mendapatkan kebenaran materil. Data elektronik tidak diatur dalam KUHAP karena pembuat Undang-undang pada waktu itu tentunya tidak menyadari adanya revolusi teknologi informasi dan komunikasi yang sedemikian pesat. Sehingga KUHAP pun tidak mampu mengantisipasinya apabila mengacu secara kaku / formal legalistik.
Berdasarkan ketentuan pasal 184 ayat (1) KUHAP alat bukti dikenal berupa  keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Apabila dijabarkan ke lima alat bukti tersebut disatu sisi dapat menguntungkan, akan tetapi disisi lain dapat pula merugikan. Dikatakan menguntungkan karena secara limitatif ke lima alat bukti sebagai tolak ukur adanya kepastian hukum untuk dapat membuktikan seseorang bersalah atau tidak. Dikatakan merugikan  dengan adanya limitasi demikian akan membelenggu Hakim dalam mencari kebenaran materiil untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Dengan kemajuan zaman dan tekhnologi  maka alat bukti lainnya seperti email, electronic contract, electronic signature dan lain sebagainya relatif kurang diakomodir apabila hanya mengacu pada landasan yuridis formal seperti termaktub dalam peraturan perundang-undangan.
Perkembangan hukum yang relatif pesat tidaklah cukup diatur dalam suatu perundang-undangan. Oleh karena itu terjadi pertentangan antara moral justice dan legal justice. Pada dasarnya keadilan undang-undang bernuansa dan akhirnya bermuara kepada aspek formal legalistik. Titik tertinggi dan keadilan yang formal legalistik ini tentu sepintas membuat para pemegang kebijakan aplikatif sebagai corong undang-undang. Sedangkan dalam konsep moral justice terdapat kebebasan hakim yang teramat besar sehingga timbul kekhawatiran terjadinya ketidakpastian hukum.
Pada hal sebenarnya muara dari penegakan hukum idealnya harus relatif tertuju kepada kebenaran materiil, sehingga aspek yang bersifat administratif, formal dan relatif kurang substansial sebaiknya ditinggalkan. KUHAP sebagai landasan hukum formal saat ini telah berusia 24 tahun dan kurang akomodatif terhadap perkembangan zaman. Oleh karena itu sudah seharusnya KUHAP diamandemen mengingat untuk mencapai tujuan hukum dalam satu kesatuan diperlukan kerjasama antara unsur-unsur yang terkandung di dalam sistem hukum seperti sistem hukumnya, sistem peradilannya. Dalam hal ini penggunaan data elektronik merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihindari dan sudah seharusnya KUHAP sebagai elemen sistem hukum dan Pengadilan juga sebagai elemen sistem hukum dapat mengakui data elektronik sebagai alat bukti yang sah.
Namun apabila KUHAP tidak diamandemen dalam hal alat bukti maka Hakim sebagai pelaksana aturan hukum seharusnya dapat mengambil suatu diskresi mengenai suatu hal yang belum terangkum dalam Undang-undang. Majelis Hakim dengan tolok ukur ketentuan pasal 27 ayat (1) undang-undang No. 14 tahun 1970 yo Undang-undang No. 35 tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 4 tahun 2004 mewajibkan Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan untuk menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat. Dalam menggali, mengikuti, memahami dan mengejar kebenaran materil dalam hukum pidana, maka aspek formal hendaknya dapat diterapkan secara selektif. 
Sedangkan mengenai sistem hukum yang dianut Indonesia sendiri  sebenarnya tidaklah perlu dirisaukan, oleh karena sekarang dunia baik sistem anglo saxon maupun Eropah Kontinental tidak ada yang menganutnya secara murni, begitupun dengan  Belanda, sebagai sumber utama hukum Indonesia telah meninggalkan kemurnian sistem Eropah Kontinental dalam hukum pembuktiannya.

Jumat, 05 Agustus 2011

Demokrasi atau Kleptokrasi

( KOMPAS, Selasa 31 Agustus 2010 )
Oleh Susanto Pudjomartono
Reaksi publik yang keras menentang keputusan pemberian grasi dan remisi kepada sejumlah koruptor saat hari proklamasi kemerdekaan menunjukkan beberapa hal.
Pertama, masyarakat umumnya kian gemas dan muak terhadap korupsi sehingga grasi dan remisi dipandang sebagai pelunakan sikap pemerintah dalam memberantas korupsi. Kedua, sekali lagi pemerintah keliru membaca mood publik. Keputusan ini telah menaikkan tingkat kemarahan publik terhadap pemerintah. Apalagi berbagai hal yang terjadi akhir- akhir ini, seperti bom elpiji dan naiknya harga barang konsumsi, telah menambah resah masyarakat. Masyarakat bisa-bisa mulai meninggalkan sikap apatis-pasif yang nrimo (menerima apa adanya). Ini jelas bisa memicu rasa frustrasi publik ke arah negatif yang lebih keras.
Ketiga, efek jera yang diharapkan akan muncul lewat pemberian hukuman kepada para koruptor ternyata tidak berhasil. Bahkan, rasa malu untuk korupsi sudah hilang, terlihat dari kian besarnya jumlah kasus korupsi. Bangsa kita telah berubah.
Rasa bersalah pada hati nurani karena melakukan kejahatan kian terkikis habis. Semua yang serba palsu kini seperti dihalalkan, seperti surat keterangan sakit dokter, asal-usul kekayaan yang serba absurd, konsumerisme dan materialisme yang tak mengenal solidaritas sosial, serta kepongahan yang menduniawi.
Seorang mantan menteri zaman Orde Baru pernah bercerita, salah seorang temannya yang juga eks menteri dan telah selesai menjalani hukuman karena korupsi lebih memilih menjalani tambahan hukuman kurungan daripada harus membayar denda beberapa miliar rupiah. Jelas itu perubahan persepsi orang terhadap korupsi. Kini korupsi dianggap sebagai kegiatan yang ”cepat menguntungkan” meski punya risiko tinggi.
Padahal, selama ini kita percaya kombinasi tindakan tegas terhadap korupsi dan penggalakan rasa malu dan rasa bersalah bisa meredam korupsi. Kini jelas bahwa kita telah gagal memberantas korupsi. Korupsi kian menggila. Para koruptor kebal dan tidak takut terhadap ancaman hukuman. Rasa malu dan rasa bersalah bukan lagi penghalang.
Bangsa permisif
Salah satu penyebab, kita telah makin menjadi bangsa yang ”terlalu pemaaf”, bahkan juga kepada musuh-musuh kita. Kita cenderung mengejar harmoni, kehidupan yang tenang, dan perdamaian. Korupsi telah diakui dan dinyatakan sebagai tindak pidana ekstrem dan musuh utama bangsa, tetapi kita tak mau dan tidak berani tegas menindaknya. Malah terkesan, para koruptor ikut menyabotase usaha penindakan terhadap korupsi ini.
Pemaafan diakui didasarkan pada tingginya rasa perikemanusiaan kita karena melihat terpidana dianggap sakit dan tidak mampu bangkit lagi. Tetapi, mengapa rasa kasihan kita tidak tersulut melihat penderitaan rakyat miskin, kaum duafa dan papa yang kurang makan, kurang gizi, dan tak mampu mengecap pendidikan layak? Tiadanya solusi nyata membuat kita sekali lagi tenggelam dalam teater retorika, berteriak-teriak keras tanpa tindakan nyata.
Belakangan, ada yang mengusulkan agar kita meniru Latvia dan China yang dianggap berhasil menghapuskan korupsi. Ini kekeliruan. Dalam daftar Transparency International, Latvia masih urutan ke-58 negara terkorup dan peringkat China malah naik dari 57 (2001), ke 72 (2008) dan 79 (2009). Studi korupsi oleh Minxin Pei, Direktur Carnegie Endowment, pada 2007 mengungkapkan, korupsi mengakibatkan kerugian sekitar 3 persen dari GDP atau sekitar 86 miliar dollar AS per tahun. Namun, jumlah koruptor yang tertangkap dan dijatuhi hukuman tak sampai 3 persen, hingga korupsi dianggap kegiatan yang high return, tetapi low risk.
Hukuman mati di China dapat dikenakan pada 68 jenis kejahatan, termasuk korupsi dan penyelundupan heroin. Namun, pekan lalu pemerintah mengajukan RUU, antara lain, berisi ketentuan bahwa 13 jenis kejahatan menyangkut ekonomi dan yang tidak menyangkut kekerasan akan dicabut dari daftar hukuman mati. RUU telah diajukan ke parlemen dan hampir pasti memperoleh persetujuan.
Hukuman mati di China dengan ditembak mati atau diinjeksi merupakan rahasia negara, hingga tidak jelas berapa yang sudah menjalaninya. Ada dugaan, mencapai ribuan setiap tahun. Korupsi di China meluas terutama sejak 1980-an saat ekonomi pasar mulai diterapkan.
Salah satu alasan korupsi meluas adalah karena kekuasaan dipegang oleh Partai Komunis China. Tidak adanya LSM dan media yang bebas menyebabkan tak ada kontrol atau pengawasan masyarakat terhadap korupsi. Menurut buletin partai, jumlah pejabat yang terlibat korupsi pada 2009 tercatat 106.000, naik 2,5 persen dari 2008.
Negara kleptokrasi
Lantas, apa yang harus dilakukan jika efek jera lewat ditumbuhkannya budaya malu dan rasa bersalah tidak ampuh lagi untuk mengganyang korupsi di Indonesia? Apalagi apabila pemerintah setengah hati, ditambah lagi upaya sistematis sementara kalangan, termasuk di DPR, untuk melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Pada akhir 1960-an saat Operasi Bhakti untuk pemberantasan korupsi dilakukan, muncul pertanyaan: siapa yang harus diganyang lebih dulu, ikan besar atau ikan kecil? Kini pertanyaan itu tak relevan lagi. Korupsi sudah melibatkan pejabat kecil maupun besar. Upaya reformasi birokrasi, termasuk peningkatan remunerasi pegawai negeri, tak mengurangi ”nafsu” calon koruptor. Khotbah para ulama juga belum bisa meredakan niat untuk korupsi. Iming- iming gaya hidup mewah atau setidaknya berkecukupan lebih manjur dibanding ancaman hukuman di bumi dan dunia fana.
Belakangan, ada usul untuk menerapkan sistem hukum pembuktian terbalik bagi mereka yang disangsikan sumber kekayaannya. Kita bisa meniru Korea Selatan yang mengenakan sanksi sosial: pejabat (dan keluarganya) yang hidup mewah kelewatan dan disangsikan asal-usul hartanya dapat dikucilkan masyarakat.
Kita sering menyebut diri sebagai bangsa besar, murah senyum, beradab tinggi, dan menghargai pahlawan. Rasanya kini kita harus menambahkan satu moto lagi: bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat memberantas korupsi, penyelewengan dan nepotisme. Kita juga membanggakan diri sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia. Setelah 65 tahun merdeka, alih-alih betul-betul menjadi negara demokrasi, kita bisa tersungkur menjadi negara kleptokrasi (negara yang diperintah oleh para maling).
Susanto Pudjomartono Wartawan Senior

Kamis, 04 Agustus 2011

Power Point & Bank Soal

Berikut ini materi-materi kuliah yang dapat didownload:

Slide POWER POINT :
  1. POWER POINT MK Politik Hukum
  2. POWER POINT MK Ilmu Hukum
  3. POWER POINT MK Hukum Pidana dan Hk Acara Pidana
  4. POWER POINT MK Hukum Perkawinan
  5. POWER POINT MK Hukum Adat
  6. POWER POINT MK Kewarganegaraan

BANK SOAL utk mata kuliah yang saya ampu (dapat didownload):
  1. BANK SOAL MK Politik Hukum
  2. BANK SOAL MK Ilmu Hukum
  3. BANK SOAL MK Hukum Pidana dan Hk Acara Pidana
  4. BANK SOAL MK Hukum Perkawinan
  5. BANK SOAL MK Hukum Adat
  6. BANK SOAL MK Kewarganegaraan

SOAL UAS utk mata Kuliah dari tahun ke tahun;
  1. SOAL UAS MK Politik Hukum
  2. SOAL UAS MK Ilmu Hukum
  3. SOAL UAS MK Hukum Pidana dan Hk Acara Pidana
  4. SOAL UAS MK Hukum Perkawinan
  5. SOAL UAS MK Hukum Adat
  6. SOAL UAS MK Kewarganegaraan

Rabu, 03 Agustus 2011

Bank Soal POLITIK HUKUM

Bank Soal Politik Hukum
BAGIAN SATU
PARADIGMA POLITIK HUKUM NASIONAL

A.      Arti dan Cakupan Politik Hukum
1.       Cakupan studi politik hukum mencakup ius constitutum dan ius constituendum. Jelaskan!
2.       Menurut anda, apa saja yang perlu diperhatikan dalam “membuat hukum yang baik” di Indonesia?
3.       Mau dibawa kemana hukum Indonesia? (tergantung sopirnya ato penumpangnya)
4.       Indonesia telah membuat berbagai peraturan perundang-undangan seperti UUD, beberapa UU, PP, Keppres, KepMen, hingga PERDA. Pertanyaannya untuk apa itu semua dibuat dan apa tujuannya?
5.       Apa yang menjadi ruang lingkup Politik Hukum Nasional Indonesia menurut Satjipto Rahardjo, AH Garuda Nusantara, dan Mahfud MD!

B.    Sistem Hukum, dan Konsepsi Hukum Prismatik
6.       Apa yang dimaksud dengan sistem hukum?
7.       Jelaskan apa yang dimaksud dengan Legal substance, legal structure dan legal culture! Berikan contoh! Siapa tokoh yang mengemukakan komponen-komponen sistem hukum tersebut!
8.        Jelaskan mengapa apabila kita melakukan studi ttg hukum, Legal Substance menjadi inti pembahasannya? (Contoh MK Hk Pidana, HTN, Hk Perdata, Perbankan Syariah yg dibahas kebanyakan adalah aturan2 hukumnya, demikian jg Politik Hukum).
9.       Kenapa hukum di Indonesia disebut sebagai hukum prismatik? Jika hukum prismatik dimaknai sbg hukum campuran (kombinasi), maka campuran dari konsepsi hukum apa saja?
10.   Bagaimana Hukum Indonesia mengkombinasikan antara kepentingan masyarakat dan kepentingan perorangan (individu)? Apakah Indonesia negara sosialis-komunis ato negara liberalis-individualis? Bagaimana kedudukan/posisi antar kepentingan sosial dg Individu dlm konsepsi Hukum Nasional Indonesia?
11.   Saya mempunyai Tanah HM (Hak Milik) atas nama saya. Lalu datang surat dari Kantor Pertanahan setempat yang memberitahukan bahwa tanah saya terkena proyek jalan tol Semarang-Batang.
Pertanyaannya:
a.       Berhakkah saya mempertahankan hak saya atas tanah dari penggusuran untuk proyek jalan tol tsb?
b.      Apakah Pemerintah (via Kantor Pertanahan) dapat serta merta mencabut hak kepemilikan saya atas tanah tsb, dengan alasan demi kepentingan umum (sosial) masyarakat Indonesia? Apa alasan dari jawaban anda?
12.   Apa perbedaan antara “Rechtstaat dengan “the rule of law”? Indonesia selama ini menganut mana? Dan bagaimana setelah pasal 1 UUD 1945 diamandemen?
13.   Pasal 1 ayat (3) UUD 45 menyatakan: “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Pertanyaannya:
Apakah pernyataan dalam konstitusi tsb berarti Indonesia adalah “rechstaat”? Jelaskan
14.   Apa yang dimaksud dengan “Law is a tool of social engineering” dan apa maksud dengan “hukum sebagai cermin masyarakat”?
15.   Bagaimana cara pandang kaum legisme dalam memandang hukum, dan bagaimana pula paradigma kaum puritan dari Madzhab sejarah?
16.   Menurutmu siapa yang menjadi Law-maker jika dilihat dari pandangan Kaum Legisme dan Kaum Madzhab Sejarah?
17.   Berdasarkan kedua konsepsi hukum di atas, Indonesia pakai konsepsi hukum yang mana? Pake “tool” atau “cermin”? Apa buktinya? Dan bagaimana menerapkannya?
18.   Apakah Indonesia “negara agama” atau “negara sekuler”? Jelaskan posisinya!
19.   Menurut anda jika ada sekelompok orang dengan agama tertentu dan dengan kepercayaan tertentu, kemudian mereka melakukan peribadatan yang tidak lazim. Menurut anda dalam kacamata politik hukum Indonesia, bagaimana negara harus bereaksi terhadap mereka?
20.   Lalu bagaimana pula pandangan politik hukum Indonesia terhadap faham khilafah dan pemberlakuan syari’at?

C.      Kerangka Pikir & Pemagaran Hukum Nasional
Kerangka Pikir => concept Map (peta konsep yang berisi: arah/tujuan & cara pencapaian tujuan)
Pemagaran => Mekanisme pencapaian tujuan
21.   Bagaimana kedudukan Pancasila dalam tata hukum Indonesia?
22.   Bagaimana arah politik hukum Indonesia?
23.   Agar mencapai hukum yang dicita-citakan, Politik Hukum Indonesia harus dipagari agar berjalan sesuai ril-nya. Pemagaran tersebut meliputi apa saja?
24.   Apa yang dimaksud dengan PROLEGNAS dan PROLEGDA? Fungsi dan Tujuannya untuk apa?
25.   Sbg mana halnya Prolegnas, Prolegda dibuat supaya PERDA-PERDA yg dihasilkan nantinya tersusun scr terencana, terpadu dan sistematis. Terus bagaimana jika PERDA yg dihasilkan malah melampaui batas kewenangan (spt PERDA2 yg bernuansa Syariat, atau PERDA yang menghambat investasi) Apa tindakan yg dapat dilakukan negara untuk menertibkannya?
26.  Undang-Undang dibuat oleh legislative (Presiden + DPR). PP dibuat oleh eksekutif, demikian juga dengan PP, Keppres dan KepMen.
Pertanyaannya:
Apakah hukum yang berlaku di Indonesia secara absolut menjadi wewenang law-maker? Apakah tertib peraturan diserahkan pada pejabat negara masing-masing? Bagaimana usaha agar peraturan perundang-undangan dapat dibuat dan berjalan secara sinergis? Gimana caranya?
27.   Beri contoh pasal dari UUD 1945 yang mengamanatkan untuk dibuat UU yang lebih lanjut mengatur masalah yang diatur UUD 1945! Sebutkan pasal yg dimaksud dalam UUD 1945 berikut UU yang mengaturnya!
28.   Beri contoh (minimal 2) UU yang meratifikasi Konvensi Internasional. Jelaskan!
29.   Beri contoh UU yang berkaitan dengan UU lain! Jelaskan!
30.   Apa yang dimaksud dengan Judicial Review, Siapa yang berhak mengajukan/menggugat? Kepada siapa diajukan? Apa yang digugat? Beri contoh dalam kasus!
31.   Mengapa UU perlu dilakukan judicial Review?, bukankah political review saja sudah cukup (UU lama diperbaharui lg dg UU yg baru).
32.   Jika seseorang merasa dirugikan dengan adanya PERDA, KepMen, Keppres atau PP, ke mana ia mengajukan judicial review? Atas dasar apa gugatan terhadap peraturan di atas diajukan?
33.   Jika segolongan masyarakat merasa dirugikan dengan hadirnya Undang-Undang, ke mana ia mengajukan judicial review? Atas dasar apa gugatan terhadap Undang-Undang di atas diajukan?
34.   Jelaskan analisa Mahfud, mengenai legal substance, legal structure hingga legal culture di Indonesia! Apa indikasinya ketidakberesannya? Menurut anda bagian mana saja yang perlu titik berat pembenahan?
35.   Apa yang anda ketahui tentang judicial corruption dan terjadi pada ranah sistem hukum yang mana?
36.   Korupsi telah membudaya di berbagai bidang kenegaraan, termasuk peradilan. Setujukah anda dg pernyataan bahwa Korupsi merupakan budaya nenek moyang kita bangsa Indonesia?

D.   Pancasila: Paradigma Politik Hukum
37.   Bagaimana caranya agar Pancasila yg jadi ideologi bangsa-negara nih, dijadikan nilai yang menjiwai norma2 (hukum) peraturan perundang-undangan yang ada (dijadikan paradigma politik hukum)?
38.   Mengapa bangsa Indonesia dari dulu sampe sekarang ideologinya tetep aja pake Pancasila. Kok nggak ganti2 ya, Jadul banget. Kok bisa gitu sich? critain kenapa dong!
39.   Dalam TAP MPRS No. XX/MRS/1966 dinyatakan bahwa “Pancasila mrpk Sumber dari segala sumber hukum”? apa maksudnya?
40.   TAP MPR/MPRS kan sudah dihapuskan dari daftar peraturan perundang-undangan negara kita, kok masih dipake sih untuk menerangkan Pancasila? (kayaknya nggak normatif bgt gtl)
41.   Misal:
IDEOLOGI PANCASILA DIGANTI DENGAN IDEOLOGI LAIN BERDASARKAN AGAMA TERTENTU.
Bagaimana implikasinya (akibatnya) thd negara, masyarakat (warga negara) dan hukum yg telah ada Indonesia?
42.   Apa akibatnya jika dalam pembuatan norma (hukum) peraturan perundang-undangan, tidak menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang menjiwainya?
43.   Jelaskan maksud dari Pancasila adalah ideologi yang menjadi “cita hukum” (rechtidee)!
44.   Jelaskan maksud dari Pancasila menjadi “staatsfundamentalnorm!
45.   Agar hukum sesuai dengan nilai yang dicita-citakan dalam Pancasila, Mahfud MD menyarankan agar dalam pembuatan maupun penegakan hukum di Indonesia disesuaikan dengan empat kaidah penuntun, sebutkan!
46.   Kalo kita BELAJAR DR PENGALAMAN MASA LALU, Di banding Sukarno, pemerintahan pada masa Suharto sangat konstitusional. Buktinya Seluruh peraturan yang dibuat Suharto mempunyai payung hukumnya, lain halnya dg Sukarno yang seolah-olah menempatkan peraturan yg dibuat presiden di atas peraturan hukum yang lain, bahkan Presiden berani mengganti konstitusi.
Setujukah dengan pernyataan di atas? Sebutkan alasan dr pendapat anda?
47.   Sebutkan dan jelaskan agenda reformasi hukum yang perlu dilakukan pasca jatuhnya rezim Suharto!
48.   Mengapa UUD 1945 di-amandemen? Bukankah substansi UUD 1945 sangat fleksibel dan supel?
49.   Mengapa konfigurasi politik pasca jatuhnya Suharto perlu direformasi? Bukankah pd masa itu (kepemimpinan Suharto) Pemilu-nya sudah jurdil dan demokratis?
50.   Dalam rangka reformasi, mengapa Judicial Review perlu diperkuat? Padahal jaman Pak Harto lembaga tsb kan sudah ada dlm UU No. 14 Tahun 1970? Mbok yg sdh ada diberdayakan? Ngapain susah2? Kurang kerjaan aja
51.   Hukum yang responsif itu kayak apa sih? Enakan mana punya hukum yang responsif ato represif dan konservatif?
52.   Bagaimana cara agar hukum yg dibuat (peraturan perundang-undangan) bisa responsif thd kepentingan masyarakat luas tapi tetap Pancasilais?

E.    Konfigurasi politik dan karakter produk hukum
53.   Jelaskan mengapa pada pemerintahan Sukarno dan Suharto sama-sama mengalami tarik ulur dari demokratis ke otoriter, padahal konstitusinya kan sama (UUD 1945)! Mungkin ada yang salah dengan UUD-nya kali? Terus apa buktinya kalau Sukarno dan Suharto sama-sama otoriter?
54.   Kalau konfigurasi politiknya otoriter emang kenapa? Masak bisa “ngefeck” ke karakter hukumnya? Lha, kalau demokratis, karakter hukumnya gimana? Kok bisa gitu ya? Apa buktinya? Siapa yang ngomong? Jelasin doooong!



BAGIAN DUA
KEKUASAAN KEHAKIMAN DAN JUDICIAL REVIEW

A.      Kekuasaan Kehakiman
1.       Ceritain dong dikit sejarahnya mengapa ada tuntutan agar peradilan ato hakim harus bebas/merdeka/mandiri? Terus apa hubungannya dengan ide “demokrasi” dan “negara hukum”? (harus dijelasin kaitannya lho ya! Jgn sampe enggak)
2.       Siapa yang pertama kali menggunakan istilah “Trias Politica” dalam membagi jenis kekuasaan yang ada dalam negara?
3.       Apa nama lembaga yg menangani kekuasaan negara di bidang peradilan dalam konsep trias politikanya: John Locke, Montesqueue, dan Immanuel Kant?
4.       Apakah Indonesia menggunakan Trias Politica? Atau hanya dipengaruhi oleh Trias Politica dalam melakukan pembagian kekuasaannya? Apa buktinya?
5.       Kalo melihat konstitusi kita (UUD 1945), Kekuasaan apa saja sich yang ada di negara kita? Apakah setelah Reformasi dan dilakukan amandemen, Indonesia mengalami perubahan jenis kekuasaan? Jelaskan!
6.       Siapa (Lembaga apa) yang diberi kewenangan menjalankan kekuasaan kehakiman?
7.       Kenal nggak dengan Komisi Yudisial? Tugasnya apaan ya?
8.       Apakah dengan kehadiran Komisi Yudisial (dengan dimasukkannya lembaga KY dalam UUD 1945 dan UU No. 22/2004 ttg KY) yg melakukan pengawasan thd hakim-hakim, mengurangi kemerdekaan MA dalam menjalankan peradilan? Terus apa tindakan MA (para Hakim Agung), agar MA betul-betul independen?
9.       Bagaimana KEKUASAAN KEHAKIMAN pada masa Orde Lama (Sukarno)? Merdekakah? Apa buktinya?
10.   Bagaimana KEKUASAAN KEHAKIMAN pada masa Orde Baru (Suharto)? Merdekakah? Apa buktinya?
11.   Ketika Kekuasaan Kehakiman dijadikan “satu atap” (dg diundangkannya UU No. 35/1999), Apakah hakim benar-benar merdeka?
12.   Apa implikasi dari kemunculan MK dalam konstitusi (UUD 1945) berikut UU-nya, UU No. 24 Tahun 2003 bagi Kekuasaan Kehakiman di Indonesia?
13.   Hakim yang ada di lingkungan MA dikenal dengan sebutan apa? Kalau yg di MK, disebut hakim apa?
14.   Bagaimana mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Hakim Agung menurut UU No. 5/2004? Berapa orang sih Hakim Agung itu? Kalau Ketua MA diangkat dan dipilih oleh siapa? (sebut pasal-pasal yg menjelaskannya)
15.   Bagaimana pula mekanisme pengangkatan dan pemberhentian Hakim Konstitusi menurut UUD 45 dan UU No. 24/2003? Berapa orang sih Hakim konstitusi itu? Terus yang mengangkat dan memilih Ketua MK siapa? (sebut pasal-pasal yg menjelaskannya)
16.   Apa wewenang MA dan apa pula wewenang yang dimilik MK? (Cari dan sebut pasal-pasal yang menjelaskannya dari perat. Per-UU-an di atas)
17.   Menurut anda, mana yang ideal untuk mencapai kekuasaan kehakiman yang benar-benar “merdeka” dan “bersih(dari korupsi), lembaga judicial (MA dan MK) menjadi lembaga yang mandiri (bebas dari intervensi pihak non-judicial termasuk legislatif maupun eksekutif) atau masih perlu campur tangan pihak2 non-judicial?
18.   Bagaimana kondisi pembentukan lembaga judicial di Indonesia saat ini, mandirikah (Hakim Agung/Konstitusi diangkat dan diberhentikan oleh lembaga masing-masing) atau melalui campur tangan pihak2 non-judicial (presiden & DPR)? (sebut pasal-pasal yg menjelaskannya)
19.   Masih ingat Judicial Corruption? Bagaimana moral para hakim dan penegak hukum di Indonesia? Mereka kan menjunjung tinggi keadilan dan integritas moralnya terjaga, iyya kan?
20.   Ehhh…., kalau penegak hukum (pengacara, polisi, jaksa) gimana? Orientasi mereka dalam berperkara di pengadilan? Juga untuk keadilan kan? Sedikitpun mereka tidak punya orientasi untuk uang, jabatan, karir atau ingin memenangkan perkara yg diurusnya, iyya kan?
21.   Para penegak hukum dalam bekerja terbiasa melihat dulu peraturan perundang-undangan yg berlaku (berpegangan pada aturan-aturan formal) berkaitan dengan perkara yang ditanganinya (Indonesia kan negara nomokratis, he2he2). Cara demikian efektif nggak sih untuk mencapai keadilan?
22.   Struktur peradilan dalam Kekuasaan Kekuasaan Kehakiman kan udah dibenahi tuh, Yang jadi masalah sekarang ini nih adalah masalah moral dan orientasi kerja para hakim dan aparat penegak hukum. Trus gimana solusinya agar hakim dan para penegak hukum ini orientasi kerjanya bener-bener untuk mencapai keadilan?
23.   Menurutmu Komisi Yudisial berhak nggak sih mengawasi para Hakim Agung dan Hakim Konstitusi? Apa alesannya?

B.      Judicial Review
24.   Buat apa sich Judicial Review? Nambahin kerjaan hakim aja
25.   Dalam Judicial Review, dikenal istilah constitutional review. Apaan tuch?
26.   Bagaimana konfigurasi Judicial Review di negara2 yang menganut tradisi sistem Eropa Kontinental dan sistem Anglo Saxon?
27.   Indonesia selama ini ikutan tradisi sistem Eropa Kontinental atau Anglo Saxon ya?
28.   Apa mungkin Undang-undang dapat bertentangan dengan konstitusi?
29.   Ceritain sejarah singkat asal mula kelahiran Judicial Review? Trus perjalanan Judicial Review di Indonesia bagaimana? Kapan mulai bisa diterapkan?
30.   Pada Tahun 2000, MPR mengeluarkan TAP MPR No. III/MPR/2000 yang mengatur Hierarkhi Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut:
Emang ada yang salah dari pengaturan dalam TAP MPR tsb? Kalo gitu susunannya, bisa dong dilakukan Judicial Review thd Perppu?
31.   Selain melakukan Judicial Review, apa sich fungsi lain dibentuknya MK?
32.   Apa Rekomendasi Mahfud MD mengenai penguatan lembaga Judicial Review yang telah dilakukan?